Perubahan Iklim dalam 10 Menit!
by Editor
Kita semua dengar perubahan iklim di mana-mana, tapi sebenarnya apa sih perubahan iklim itu?
Ini kabar bagusnya: kamu gak perlu pinter IPA buat paham apa itu perubahan iklim! Perubahan iklim itu konsep yang bisa dipahami siapa aja. Sayangnya gak begitu sering diberitakan, apalagi di Indonesia yang banyak prahara ini.
Di luar negeri, banyak usaha untuk membuat perubahan iklim secara konsep keilmuan dipahami oleh masyarakat. Salah satunya adalah dengan SDG Academy rilisan PBB, yang salah satu mata kuliah online-nya adalah Ilmu Perubahan Iklim yang diampu oleh Michael Mann, Profesor Ilmu Atmosfer di Penn State University. Tapi memang baru tersedia dalam bahasa Inggris dan perlu investasi waktu yang gak sedikit untuk menyelesaikan kursus online-nya.
Kalau gak ada waktu gimana? Tenang, kita kasih rangkumannya dalam tulisan ini.
Seperti yang dibahas di laman ini, perubahan iklim dan pemanasan global itu merujuk pada fenomena yang sama. Nah untuk memahami perubahan iklim, penting buat kita bahas sebenarnya gimana sih pemanasan global itu bisa terjadi.
Kalian tahu gak kalo bumi itu aslinya dingin karena jaraknya ke matahari kejauhan? Untuk jarak planet sejauh bumi, harusnya bumi jadi gumpalan bola dingin. Brr!
Masalahnya, bumi butuh kehangatan. Persis kayak hatimu.
Terus bagaimana agar bumi bisa tetap hangat? Sama kayak kamu kalau malam-malam kedinginan, bumi akhirnya selimutan. Selimut bumi ini terdiri dari tumpukan ‘greenhouse gas’ atau gas rumah kaca. Selimut ini menangkap sebagian panas dari matahari di troposfer, yang kemudian diseimbangkan oleh bumi dengan mengeluarkan panas dari permukaannya.
Pemanasan global itu kira-kira begini: bayangkan dirimu lagi nyenyak tidur sambil kemulan, eh adikmu masuk kamar dan menyelimuti kamu dengan bed cover tebal. Kemudian dia masuk lagi, tambah menimbun kamu dengan dua lapis selimut. Apa yang kamu rasakan? Gerah dong!
Gimana sih awalnya kita bisa tahu bumi punya selimut?
Hampir tiga abad yang lalu, matematikawan Prancis bernama Joseph Fourier penasaran berapa suhu bumi berdasarkan hukum Fisika. Menurut hitung-hitungan Joseph, bumi harusnya -30 derajat lebih dingin. Joseph curiga nih, pasti ada hal lain yang bikin bumi ‘anget’.
Jawabannya ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Eunice Foote di tahun 1856. Penelitiannya simpel, tapi revolusioner. Eunice mengetes dua tabung, satu tabung berisi udara ‘biasa’ dan yang lainnya diisi karbon (CO2). Kemudian, dua tabung itu dia jemur di tempat yang sama. Ternyata tabung yang isi karbon lebih panas! Eunice menemukan bahwa ada beberapa gas yang sifatnya menjebak panas, diantaranya adalah karbon, uap air dan metana (inget-inget terus nih, nanti bakal sering keluar di pembahasan lain)
Lampiran jurnal karya Eunice berjudul “Circumstances affecting the heat of the Sun’s rays ” , arsip dari American Journal of Science (1857)
Sebenarnya komposisi ketiga gas itu gak banyak sih di atmosfer bumi. Karbon cuma 0.04% dari keseluruhan atmosfer, sedangkan uap air dan metana gak ada sepersepuluh dari 1%. Masalahnya, ketiga gas ini walaupun jumlahnya sedikit tapi ampuh banget! Nambah dikiiiiiit aja, panas yang ditangkap bisa tambah banyak. Efek ini diberi nama Greenhouse Gas Effect atau Efek Rumah Kaca. Bukan band indie yang itu lho ya. Ketiga gas inilah yang mendominasi terbentuknya ‘selimut’ bumi.
Sedikit gosip, sebenarnya dunia sains masih berdebat mengenai siapa yang siapa yang pertama kali meneliti tentang Efek Rumah Kaca ini. Nama Eunice baru-baru ini aja muncul. Sebelumnya, selama puluhan tahun, dunia tahunya Efek Rumah Kaca ditemukan oleh John Tyndall tiga tahun setelah jurnal ilmiah Eunice terbit. Tentunya karena sains masih eksklusif untuk ilmuwan laki-laki, nama Eunice tenggelam begitu saja.
Kiri ke kanan: Joseph Fourier, John Tyndall, dan Eunice Foote. (p.s foto Eunice Foote bukan foto asli, foto beliau gak ada recordnya karena zaman itu masih #scienceismale #womencantSTEM #patriarchysucks)
Kemudian beberapa dekade berlalu setelah penemuan Eunice dan Tyndall. Seorang matematikawan Serbia bernama Milutin Milankovitch mencoba meneliti tentang Ice Age atau zaman es, jauh sebelum dibikin animasi oleh manusia abad 21.
Milankovitch penasaran, kira-kira kapan terakhir kali ada zaman es dan kapan zaman es berikutnya akan mulai. Meneliti posisi orbit bumi terhadap matahari dan kemiringan sumbu bumi, hasil prediksi dia adalah bumi mengalami zaman es terakhir 600,000 tahun yang lalu. Udah gitu, hasil hitungan dia menunjukkan bahwa puncak pemanasan bumi setelah zaman es terakhir udah lewat sekitar 8000 tahun yang lalu! Harusnya, bumi perlahan mendingin menuju zaman es berikutnya.
Pada tahun 1960an hasil penelitian sedimen batuan di lautan cocok dengan perhitungan Milankovitch mengenai kapan zaman es terakhir ada. Nah berarti, bisa jadi Milankovitch juga benar dong bahwa harusnya kita mendekati zaman es? Bahkan pada tahun 70-an, banyak teori-teori dan bahkan referensi hiburan pop yang ‘menyambut’ datangnya zaman es baru.
Tapi….semakin berjalannya waktu para ilmuwan iklim heran, kok kayaknya bumi malah makin panas ya?
Para ilmuwan yang bingung mulai menghubungkan penelitian Milankovitch dengan penelitian Eunice dan Tyndall. Jangan-jangan bumi benar-benar semakin panas karena ‘selimut’-nya menumpuk terus akibat efek rumah kaca? Kemudian mereka ingat kalau mereka hidup di abad dimana sebagian besar pasokan energi dunia berasal dari bahan bakar fosil. Fosil terdiri dari apa? Karbon.
Kalau kamu belajar arkeologi, mungkin tahu kalau cara arkeolog menghitung umur kerangka tulang dengan presisi yang tinggi adalah dengan cara menghitung ‘jejak’ karbon yang tersisa di tulang tersebut. Semua organisme yang terkubur di bawah tanah selama jutaan tahun menyimpan karbon yang mereka serap selama masih hidup. Setelah mati, organisme mengendap menjadi bahan bakar fosil, menjadi minyak, gas dan batubara yang kita pakai sehari-hari. Apa yang terjadi kalau bahan bakar fosil dibakar? Betul, karbon di dalamnya lepas ke udara!
Masyarakat modern yang berbasis pasar memproduksi barang secara massal menggunakan teknologi dan tenaga dari energi
Setelah tahu bahwa bumi punya selimut, para ilmuwan iklim mulai mencari tahu berapa sih suhu rata-rata bumi sekarang dan kapan suhu ini mulai naik.
Sebuah paper jurnal Nature yang ditulis oleh Mann, Bradley dan Hughes dua puluh tahun yang lalu mencoba untuk merekonstruksi iklim bumi dalam beberapa abad ke belakang. Hasilnya, terlihat kalau suhu bumi mulai melonjak naik setelah tahun 1900. Saking tinggi lonjakan suhunya, grafik ini terkenal dengan nama Grafik Stik Hoki, karena bentuknya yang mirip stik hoki. Tahun 1900 juga merupakan tahun-tahun awal Revolusi Industri dan masa dimana manusia mulai memakai energi bahan bakar fosil secara masif. Kebetulan gak ya?
Grafik Stik Hoki (Mann, Bradley & Hughes, 1999)
Suhu rata-rata bumi diperkirakan sudah naik 1 derajat Celsius (atau 1.8 derajat Fahrenheit) sejak peradaban industri dimulai, dan diperkirakan NASA akan meningkat sekitar 0.2 derajat Celsius setiap dekadenya. Melihat beberapa kejadian dan hasil penelitian yang saling mendukung ini, para ilmuwan berpendapat bahwa peradaban kita sedang ‘melawan’ alam dengan membuat bumi terus memanas. Inilah yang dinamakan pemanasan global.
Lalu gimana kita mengaitkan pemanasan global dengan perubahan iklim?
Suhu bumi dan iklim itu sangat berkaitan. Pemanasan global mengakibatkan kenaikan suhu daratan dan lautan; naiknya permukaan laut; hilangnya es di kutub bumi dan di gletser gunung; perubahan frekuensi dan tingkat keparahan dalam cuaca ekstrem seperti badai, gelombang panas, kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan curah hujan; dan perubahan awan dan tutupan vegetasi. Hal-hal tersebut adalah hal-hal yang akan dialami manusia dan berkaitan erat dengan hidup manusia sehari-hari. Suhu rata-rata bumi yang memanas ini membuat iklim kita tidak stabil, padahal iklim itu sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.
Coba lihat lagi grafik diatas. Suhu rata-rata bumi itu stabil selama ratusan, bahkan ribuan tahun lamanya sejak peradaban manusia ada. Karena iklim stabil lah kita bisa terus bertahan hidup dan melanjutkan peradaban manusia. Kelangsungan hidup ini menjadi terancam ketika iklim berubah. Jangankan nanti, dalam 10 tahun terakhir aja kita udah menyaksikan serangkaian badai, hutan kebakaran, kekeringan, pemutihan karang, gelombang panas, dan banjir dengan hanya 1 derajat Celsius dari pemanasan global.
Wah, jadi panik nih. Berapa target kita sekarang untuk menurunkan suhu bumi?
Boro-boro diturunin, saking masifnya emisi yang kita keluarkan sekarang setiap harinya, kita baru bisa menargetkan untuk tidak melampaui derajat suhu bumi yang lebih tinggi. Perjanjian Paris tentang perubahan iklim menetapkan target untuk masyarakat global secara kolektif membatasi kenaikan suhu global menjadi 2 derajat Celsius dengan tujuan tetap pada 1,5 derajat Celsius untuk mencegah beberapa efek terburuk.
Gak bisa dipungkiri kalau perubahan iklim memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap hidup puluhan juta manusia, sehingga kita perlu berusaha untuk mencegah skenario perubahan iklim yang lebih buruk.
Eits, tapi…..walaupun keadaan bumi sekarang seperti ini, kita gak boleh putus asa lho ya! Harapan untuk mencegah skenario terburuk masih ada kok. Masih banyak yang kita semua bisa lakukan. Nanti akan kita bahas di artikel-artikel selanjutnya mengenai langkah-langkah yang perlu kita ambil.
Nah, sampai disini paham ya kalau ditanya perubahan iklim dan pemanasan global itu apa? Jangan cuma jawab fenomena bisa goreng telor di aspal lho ya!