Berpacu dalam… Emisi!

by Editor

Kalau beneran pemanasan global emang kenapa sih? Oke deh, suhu bumi memanas. Ya kan emisinya bisa kita turunin pelan-pelan, kenapa sih pada ribut kayak kebakaran jenggot?

 

 

Mengutip Antonio Guterres, sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kita sekarang sedang dalam masalah besar. “We are in trouble. We are in deep trouble with climate change”.

Kenapa? Ada tiga alasan:

  1. Organisme hidup, khususnya manusia, tidak didesain untuk tahan dengan perubahan suhu secepat yang kita hadapi sekarang
  2. Perubahan iklim memiliki tipping point atau titik kritis, yang kalau dilewati bisa membuat laju perubahan iklim tiba-tiba meningkat pesat dalam waktu singkat.
  3. Melihat tren emisi karbon beberapa tahun terakhir, nyatanya kita tidak sedang menuju perbaikan. Emisi karbon global di tahun 2013 meningkat 60% dibanding emisi tahun 90-an.

Alasan pertama: Manusia mana tahan!

Seperti yang kita bahas sebelumnya, ini bukan pertama kali bumi mencapai suhu sepanas ini. Ada setidaknya dua periode geologi dimana bumi panasnya gak main-main: di era Neoproteozoic sekitar 600-800 juta tahun yang lalu, dan di era Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) sekitar 55-56 juta tahun yang lalu.

Sekarang kita tebak-tebakan, apa perbedaan kedua periode pemanasan global di masa lalu dengan sekarang? Ya dulu mana ada manusia! Spesies awal homo diperkirakan baru muncul di bumi 350.000 tahun yang lalu, dan peradaban modern di bumi baru ada gak lebih dari 10.000 tahun terakhir. Manusia tidak pernah, dalam sejarah bumi ratusan juta tahun belakangan ini, menghadapi perubahan suhu bumi se-ekstrem yang terancam kita hadapi nanti.

 

 

Waktu pemanasan global era PETM, gak ada balok es lagi yang tersisa di bumi. Diperkirakan para paleoklimatologis, suhu rata-rata bumi pada saat itu naik 5-8 derajat celsius. Periode pemanasan bumi ini berlangsung sekitar 200.000 tahun, disebabkan oleh semburan karbon ke atmosfer selama 2.000 sampai 20.000 tahun. Coba kita bandingkan dengan pemanasan global saat ini. Peradaban industrial kita menyemburkan emisi karbon ke atmosfer dalam waktu sekitar 100 tahun aja!

Ngomong-ngomong, efek pemanasan global itu sifatnya awet. Walaupun besok kita semua stop semua kegiatan yang melepaskan emisi ke udara, menutup pabrik, stop naik kendaraan, stop nyalain listrik dan bertapa di dalam kamar, bumi akan tetap memanas untuk beberapa ribu tahun ke depan. Atmosfer butuh waktu untuk menetralkan dirinya dari gas rumah kaca, dan itu lama banget.

Semakin banyak dan semakin cepat kita menyemburkan emisi karbon ke atmosfer, semakin tinggi suhu bumi dan semakin lama periodenya. Spesies purba dulu bertahan hidup dengan berevolusi, misal yang tadinya gak biasa hidup di air jadi punya aspek biologis untuk bertahan di perairan. Evolusi ini berjalan ribuan tahun, dan mereka yang gagal menyesuaikan diri berakhir punah. Survival of the fittest.

Manusia punya waktu berapa tahun? Diperkirakan kita bisa mencapai 1.5-2 derajat (prediksi paling optimis) sampai 4-8 derajat (prediksi paling pesimis) dalam beberapa dekade aja! Boro-boro berevolusi, kita udah menyiapkan rumah tahan banjir dan angin topan kah? Udah menyiapkan bahan makanan cadangan kalau pasokan hasil pertanian nanti berkurang drastis? Udah tahu mau minum apa nanti kalau air tawar langka? Kalau semuanya langka dan perang meletus gimana? Mau mengungsi kemana?

Alasan kedua: Lewat sedikit, goodbye.

Misal kamu berkali-kali dikecewakan seseorang, katakanlah sembilan kali. Setiap dikecewakan, kepercayaanmu semakin terkikis. Di kekecewaan yang kesepuluh, yang dilakukan ke kamu fatal banget. Dengan kepercayaan yang semakin mengikis, akhirnya kamu memutuskan buat say goodbye dengan orang ini. No turning back.

Sistem iklim itu mirip-mirip lah sama hati. Sensitif, gak bisa ditebak, banyak pengaruhnya.

Sistem iklim itu sensitif karena iklim bukan hanya apa yang terjadi di atmosfer, tapi interaksi antara udara (atmosfer), daratan (litosfer), laut (hidrosfer), dan es (kriosfer). Semuanya saling memengaruhi. Artinya, kalau ada satu yang semakin parah, efeknya bisa berkali-kali lipat. Ini disebut feedback mechanism atau mekanisme umpan balik.

Sayangnya, mekanisme umpan balik ini ada banyak. Ada beberapa yang paling utama, salah satunya efek es albedo. Ketika bumi semakin panas, es-es raksasa segede benua di kutub sana meleleh. Kalau es meleleh, sinar matahari jatuh ke permukaan laut dan daratan dibawah es yang warnanya gelap. Sama kayak kamu yang kepanasan kalo pake baju hitam jam 12 siang, bumi makin menyerap panas kalau permukaannya gelap.

Selain itu, ada juga umpan balik dari uap air. Kalau bumi memanas, kepadatan tekanan uap meningkat dan jumlah uap air juga naik. Sebelumnya kita udah bahas kan uap air adalah salah-satu dari gas rumah kaca. Akibat dari kadar uap air meningkat ya ‘selimut’ bumi makin tebal, dan bumi makin panas, dan uap air meningkat lagi. Gitu terus sampe kiamat.

Salah satu umpan balik yang dikhawatirkan para ilmuwan adalah melelehnya permafrost atau tanah beku di kutub. Ketika meleleh, tanah beku ini melepaskan metana, salah satu gas rumah kaca.

 

Kalau kita ibaratkan powerpuff girls, metana ini emang gak terlalu mendominasi kayak karbon, sama kayak Buttercup yang kalah panggung dari Blossom. Masalahnya, Buttercup ini paling ‘mematikan’, paling jago tarung. Metana juga, efek gas rumah kacanya jauh lebih poten dari karbon. Selama ini metana terkubur aman di bawah sana selama ratusan ribu, bahkan jutaan tahun. Bisa bayangin kalau seluruh permafrost meleleh (bukan sesuatu yang mustahil) dan metana dalam jumlah banyak lepas ke udara?

Gak cuma metana, permafrost juga menyimpan apa yang disebut sebagai ‘bom karbon’. Permafrost itu juga menyimpan bangkai manusia, hewan, dan tumbuhan selama ratusan ribu tahun. Mau tahu berapa banyak jumlah karbon yang terkubur di dalam permafrost? Dua kali lipat dari SELURUH karbon di atmosfer kita saat ini. Seluruhnya.

Jadi semakin kita menunda waktu untuk mengurangi emisi, mekanisme umpan balik ini semakin berjalan dan kita makin gak tahu kapan tipping point krisis iklim akan terjadi. Bisa jadi IPCC tahun depan memprediksi kita akan mengalami pemanasan 2 derajat celsius, tapi beberapa tahun lagi kita udah di jalur 6 derajat.

Alasan ketiga: Katanya mau berubah, mana?

Percaya gak, dari saat Eunice Foote dan John Tyndall menemukan penjelasan ilmiah tentang pemanasan global (lebih dari seabad lalu), sampai pemimpin dunia mulai pada sadar dan bikin konferensi-konferensi internasional untuk mengurangi emisi global (hampir 30 tahun yang lalu), emisi karbon kita malah semakin naik!

 

 

Menurut laporan yang dirilis oleh Global Carbon Project, emisi karbon global naik 1.6% di tahun 2018 kemarin. Ini mengherankan karena sejak beberapa tahun terakhir, wacana untuk net zero emission dicanangkan berbagai negara di dunia. Bahkan di tahun 2015, dibawah Perjanjian Paris, 195 negara di dunia sepakat untuk mempercepat lagi usaha menurunkan emisi karbon dunia karena kita semakin dikejar waktu.

 

Bisa bayangin dong, di saat pemanasan global secepat yang kita alami sekarang belum pernah kejadian di peradaban manusia manapun, kita tahu manusia belum siap menghadapi itu semua, dan malah emisi makin lama makin naik, wajar gak kalau banyak orang yang sekarang panik?

Share This