3 Mitos Perubahan Iklim Terungkap (Nomor 2 Bikin Kaget!)
by Editor
Mitos #1: Keadaan bumi tidak seburuk itu. It’s not that bad.
Kenyataannya: It is THAT bad.
Seberapa ‘gerah’ bumi sekarang? Menurut data dari Goddard Institute of Space Studies (GISS) NASA, 18 dari 19 tahun terpanas di bumi sejak zaman industri terjadi pada dekade ini.
Aduh, kok jadi migrain baca grafik.
Buat yang kepalanya cenut-cenut liat grafik, ilmuwan iklim Ed Hawkins dari University of Reading membuat ‘garis-garis pemanasan’ atau warming stripes untuk menunjukkan seberapa ‘gerah’ bumi sekarang, seperti di bawah ini:
Global warming stripes dari tahun 1850-2018, semakin biru suhu semakin mendingin dan semakin merah maka suhu semakin memanas
Liat deh garis-garis merah di sebelah kanan itu. Itu gak wajar loh! Harusnya, suhu bumi itu stabil. Kenyataannya, sejak revolusi industri, suhu bumi telah naik setidaknya 0.9 derajat celsius dari level zaman industri dan diprediksikan akan terus memanas menuju 1.5 derajat celsius lebih panas pada tahun 2030 nanti.
Alah, cuma 1.5 derajat celsius.
Eits, tunggu dulu. 1.5 derajat celsius itu genting! Menurut IPCC, 1.5 derajat berarti penurunan hasil laut setidaknya 1.5 juta ton, terumbu karang (yang penting bagi biodiversitas laut) mati 70-90%, permukaan laut naik 0.4 meter, dan 14% dari populasi dunia akan merasakan udara panas fatal setidaknya 5 tahun sekali. (Psst! Nanti akan kita bahas mengenai perbedaan beberapa derajat ini di artikel lainnya).
Justru ketika dirilis, laporan IPCC ini banyak dikritik oleh ilmuwan iklim ternama dunia karena dianggap terlalu optimis. Professor Will Steffen, ilmuwan iklim terkemuka dari Australia menyatakan bahwa ‘deadline’ kita untuk ada di bawah 2 derajat celsius sudah lewat. Model iklim beberapa tahun terakhir bahkan memprediksi kita sedang menuju sampai 4 derajat celsius.
1.5 derajat celsius memang mungkin kalau kita tidak memperhitungkan sistem umpan balik (feedback system) dan fenomena titik kritis (tipping point) dari perubahan iklim. (Konsep keduanya dijelaskan lebih jauh di artikel lain ya!). Sederhananya, iklim itu sebuah sistem kompleks dan luar biasa besar yang melibatkan banyak faktor. Jika suhu bumi sudah dipaksa panas, panas itu sendiri akan merangsang proses pemanasan yang lebih parah lagi, sehingga terjadi lingkaran setan yang susah untuk diinterupsi. Inilah sistem umpan balik. Selain itu, ilmuwan menemukan bahwa ada skema dimana peningkatan suhu bumi bisa melonjak drastis jika sudah melewati ‘titik kritis’ nya. Dimana titik kritis itu? Belum ada yang bisa memprediksi.
Kesimpulannya: The situation is bad.
Mitos #2: Iya sih bumi sekarang terlalu panas, tapi bukannya kata ilmuwan ini wajar? Cuma perlu dilalui, kayak penyakit cacar.
Masa selama 4.5 milyar tahun umur bumi, gak pernah ada masa dimana suhu bumi sepanas sekarang?
Jawabannya: ada. Menurut paleoklimatologis, atau ilmuwan-ilmuwan yang tugasnya merekonstruksi suhu iklim bumi beribu dan bahkan berjuta-juta tahun kebelakang, bumi pernah beberapa kali mengalami suhu sangat panas dengan kadar gas rumah kaca luar biasa tinggi, seperti yang terlihat di grafik ini:
Coba lihat grafik diatas. 0 adalah bumi di masa yang kita tinggali sekarang. 200 juta tahun yang lalu, jumlah karbon di atmosfer mencapai lebih dari 4000 ppm (parts per million). Bandingkan dengan jumlah karbon sekarang: sekitar 410 ppm atau sepuluh kali lipat lebih rendah. Jadi ya, sebenarnya emang pemanasan global bukan hal baru buat bumi.
Lho, berarti bumi udah biasa dong mengalami pemanasan global? Terus kenapa kita harus panik?
Masalahnya, semua pemanasan global di masa lalu berakibat pada kepunahan massal, termasuk empat dari lima Kepunahan Masal yang diteliti oleh ilmuwan: End-Ordovician (443 juta tahun lalu), Late Devonian (360 juta tahun lalu), Permian-Triassic (250 juta tahun lalu), dan Triassic-Jurassic (200 juta tahun lalu). Puncak kepunahan dari setiap periode geologi adalah letusan dan aktivitas gunung berapi, yang membuat kadar gas rumah kaca di atmosfer pada saat itu melonjak naik.
Kalau kita biarin bumi memanas terus, bukan gak mungkin kadar karbon akan terus melonjak drastis dan mengakibatkan kepunahan masal ke-enam.
(Kami mohon maaf kalau artikel ini kebanyakan grafik. Bagi pembaca kami berikan penyegaran layar sekilas)
PENYEGARAN LAYAR
Oke mari kita kembali lagi ke pemanasan global.
Menurut ilmuwan-ilmuwan iklim, ada alasan lain kenapa kita harus panik.
Gak hanya kadar CO2 selama 200 tahun meningkat yang gak wajar, tapi kecepatannya lebih gak wajar lagi! Ilmuwan bilang, tingkat di mana aktivitas manusia telah meningkatkan kadar CO2 selama 200 tahun terakhir adalah sekitar 1 juta kali lebih cepat daripada proses geologis alami yang bikin bumi panas puluhan-ratusan juta tahun yang lalu.
Sebelum-sebelumnya, proses memanas bumi ini lama banget, bisa ribuan sampai ratusan ribu tahun. Makanya ada beberapa persen spesies yang bisa bertahan dan berevolusi secara biologis agar mereka bisa adaptasi dengan suhu bumi yang lebih panas.
Sekarang? Kita cuma dikasih beberapa dekade, paling mentok satu abad, untuk adaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi 1 juta kali lebih cepat dari sebelum-sebelumnya. Boro-boro berevolusi kayak pokemon biar bisa tahan dengan iklim yang panas, nyiapin stok pangan global atau bangun rumah yang jauh lebih kokoh untuk tahan badai karena perubahan iklim aja belum!
Kesimpulannya: panas bumi ini gak wajar sama sekali.
Mitos #3: Pasti ada lah teknologi yang bisa nyelametin kita semua.
Masa kirim orang ke Mars bisa tapi bikin dunia lebih dingin aja gak bisa?
Banyak banget pasti yang mikir gini kan?
Percaya sih perubahan iklim itu nyata. Percaya juga keadaannya sudah parah. Tapi kita kan manusia! Makhluk pilihan! Kita bisa menguasai peradaban dan berhasil memanjat ke puncak rantai makanan setelah puluhan ribu tahun.
Faktanya, teknologi rekayasa bumi (geoengineering) sampai saat ini belum ada yang bisa memberi banyak harapan bagi keselamatan peradaban kita. Banyak yang digadang-gadang bisa menjadi solusi krisis iklim, mulai dari Carbon Capture and Sequestration yang mencoba untuk ‘menangkap’ karbon, Solar Radiation Management yang sempat populer diantara para pengusaha teknologi, Direct Air Capture yang efek sampingnya bisa membuat pemanasan global makin parah, sampai menangkap karbon melalui fertilisasi lautan menggunakan zat besi yang sampai sekarang masih meragukan. Semua rencana geoengineering yang dibicarakan sekarang antara terlalu mahal, terlalu riskan, atau manfaatnya diskriminatif (Nanti bakal kita bahas di artikel lain, janji!)
Pada akhirnya, lebih banyak ilmuwan sepakat bahwa sibuk memikirkan cara ‘memanipulasi’ bumi hanya menghabiskan waktu yang bisa kita gunakan untuk fokus mengurangi emisi karbon secara sederhana, yaitu dengan cara stop bahan bakar fosil!
Banyak juga akademisi, pemangku kepentingan, dan aktivis iklim yang merasa bahwa pola pikir bahwa manusia bisa ‘menaklukkan’ bumi dengan geoengineering adalah pola pikir yang sama yang mengakibatkan krisis iklim. Pola pikir bahwa kita bisa terus mengeruk bahan bakar dari alam untuk menopang kegiatan kita sehari-hari tanpa konsekuensi.
Kesimpulannya: Utopia teknologi itu masih belum keliatan. Kita perlu berhenti sombong dihadapan alam. Technology won’t save the day. Mungkin kita semua kebanyakan nonton film sci-fi Hollywood.
Setelah bahas satu persatu mitos diatas, bisa kan kita sepakat sekarang kalau krisis iklim itu nyata, super mengkhawatirkan, tidak wajar, dan tidak bisa diselesaikan tanpa usaha besar-besaran dalam mengurangi emisi?